Mafia Daging

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Mafia diartikan perkumpulan rahasia yang bergerak di bidang kejahatan (kriminal). Dari pengertian ini dapat kita simpulkan, pertama, mafia merupakan sebuah perkumpulan artinya lebih dari seorang atau melibatkan kontribusi dari berbagai pihak dan tiap perorangan tersebut memiliki tugas dan fungsinya baik secara sadar maupun secara tidak sadar. Kedua, kegiatan perkumpulan ini merupakan suatu tindak kejahatan (kriminal), artinya ada pihak yang dirugikan oleh kegiatan perkumpulan ini. Kriminal sendiri diartikan, berkaitan dengan kejahatan (pelanggaran hukum) yang dapat dihukum menurut undang-undang pidana.


Berikut adalah ringkasan kesimpulan-kesimpulan yang sudah lazim terlintas bila membicarakan mafia, (sumber : http://nasional.kontan.co.id/news/repotnya-memberantas-para-samurai-dan-naga )

  1. Mental Korup; Oknum pejabat di dalam pemerintahan itu sendiri ikut terlibat didalam rantai praktik kartel dan sohib-karib mafia.
  2. Mental bejat pengusaha sebagai strategi bertahan agar membuat roda perusahaan tetap jalan ditengah situasi ekonomi yang buruk, biasanya berupa persekongkolan diantara pemain bisnis sejenis seperti sepakat mengatur harga, membatasi produksi atau hal-hal yang bersifat monopolistik.
  3. Koordinasi lintas Kementerian yang buruk, Untuk kasus daging sapi terutama koordinasi antara Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan. 
  4. Kebijakan pemerintah yang buruk sehingga praktik kartel bisa terjadi relatif dengan mudah. "Kartel itu pemerintah yang ciptakan lewat bagi-bagi kuota impor"-Faisal Basri-.
  5. Keterbatasan Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) dalam mengusut sebuah dugaan praktik kartel. KPPU hanya mengandalkan bukti-bukti langsung (direct evidence) atau bukti fisik, tidak bisa menggeledah atau menyadap para terduga kartel. "Logikanya, mana mungkin ada bukti langsung saat orang mau bersekongkol mengatur harga"-Nawir Messi (anggota KPPU)-.
  6. Transparansi dan Ketersediaan data. Ketersediaan data yang buruk dan masih tertutupnya pembagian kuota impor, masih menjadi biang bibit-bibit praktik kartel dan mafia.
Bagi pemerintah, ulah para mafia ini tentu ancaman serius bagi target pertumbuhan ekonomi, beberapa beleid (cara (langkah) yang ditempuh untuk melaksanakan program; kebijakan;peraturan; cara; langkah -KBBI) dimunculkan untuk mengatasinya, antara lain :
  • Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) yang bakal mengatur harga di level pabrik atau distributor. Tujuannya, agar ketika sampai di pedagang ritel, harga barang bisa tetap stabil.
  • Permendag diatas merupakan turunan dari Perpres no 71 Tahun 2015 Tentang Penetapan dan Penyimpanan Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting. Ada 11 barang kebutuhan pokok yang diatur, yaitu beras, kedelai bahan baku tahu dan tempe, cabe, bawang merah, gula, minyak goreng, tepung terigu, daging sapi, daging ayam ras, telur ayam ras, dan ikan segar.
  • Revisi Permendag Nomor 58 Tahun 2102 soal impor garam. Perubahan aturan diusulkan Kementerian kelautan dan Perikanan (KKP) untuk melindungi petani garam lokal. Ada tiga poin yang diusukan KKP, yaitu melarang impor garam konsumsi, memangkas garam impor industrial hingga 50% dan pembentukan Konsorsium garam nasional. - Konsorsium : himpunan beberapa pengusaha yang mengadakan usaha bersama; kumpulan pedagang dan industriawan (KBBI)-
  • Pembentukan Badan Pangan Nasional (BPN), sudah harus berdiri bulan Oktober 2015. Tugas BPN fokus membuat kebijakan di bidang pangan, dan mengarahkan kebijakan pangan dan mengkoordinasikan kebijakan pangan. Sementara eksekusi di lapangan merupakan wewenang kementerian teknis.
  • Peran Perum Bulog ditambah, dari yang tadinya hanya membeli panen beras dari petani, sekarang mengurusi juga komoditas gula, produk minyak goreng, bawang merah, serta cabai.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar